WASPADA ! Kenali Modus Kejahatan Seksual Berbasis Online, Salah satunya Sangat Intim

Ilustrasi Korban Cyber Crime. Istimewa.

Perkembangan teknologi yang semakin cangguh dewasa ini, melalui fasilitas internet serta peran penggunaan media sosial yang semakin masif , bukan berarti tidak beresiko pada tindak kejahatan.  Kini, malah bertransformasi dari konvensional menjadi kejahatan siber.

Salahsatu tindak kejahatan siber yang marak terjadi akhir ini, dimedia sosial dikenal dengan kejahatan seksual berbasis siber. Tak hanya satu, bahkan saat ini modusnya pun bermacam – macam. Berikut diantaranya agar anda selalu berhati –hati didalam menggunakan media sosial : 

1. Doxing, yakni perilaku mengambil data pribadi seseorang tanpa izin yang kemudian mempublikasikannya dengan tanpa seizin pemilik data tersebut. Umumnya dilakukan dengan cara mengambil data melalui media sosial, karena pengguna media sosialpun akan cenderung mempublikasikan konten di sana. Selain itu, Doxing juga dapat juga dilakukan dengan melalui proses hacking.

2. Deflamation, yakni pencemaran nama baik yang dilakukan secara kolektif atau berkelompok. Sifatnya terorganisir dengan tujuan memberi ulasan buruk, memfitnah atau bahkan memunculkan adanya hoax pada akun media sosial seseorang atau laman tertentu. Hal ini biasa menyerang tokoh yang memiliki pengaruh tertentu dengan tujuan untuk merendahkan orang tersebut.

3. Flaming, yakni penyerangan melalui direct message. Sifatnya menyerang personal. Berisi ancaman, hinaan, pelecehan bahkan yang berbau pornografi.

4. Hate speech, dilakukan oleh individu atau kelompok yang menyasar identitas diri seseorang dengan ciri berisi hasutan untuk kekerasan. Hate speech seringnya menyasar pada identitas diri seseorang pada kelompok minoritas seksual atau seseorang yang dituduh sebagai bagian dari minoritas gender dan seksual. Ciri hate speech yakni berisi hasutan untuk mengajak seseorang melakukan tindak kekerasan terhadap kelompok minoritas tersebut.

5. Impersonating, yakni pemalsuan akun. Pemalsuan akun ini mengatasnamakan seseorang, dilakukan dengan tujuan melakukan pencemaran nama baik. Impersonating terjadi ketika terdapat akun-akun yang dipalsukan dengan mengatasnamakan diri mereka (korban) dan juga menggunakan foto-foto mereka sebagai penguat. Pastinya akun tersebut tidak dilakukan oleh mereka (korban). Facebook dan Instagram telah menindaklanjuti perilaku ini. Kini Facebook dan Instagram telah memiliki aturan tersendiri untuk pelaku impersonating sehingga kita bisa melaporkan akun tersebut untuk ditutup.

6. Deadnaming, biasanya menyerang minoritas seksual transgender, baik waria ataupun transman. Deadnaming adalah perilaku melecehkan nama yang dipilih oleh minoritas gender dan mempublikasikannya dengan tujuan menghina, mencemarkan hingga ajakan untuk melakukan kekerasan kepada mereka.

7. Out-ing, dari istilah coming out yang biasanya dilakukan oleh minoritas seksual kepada orang terdekatnya. Perilaku out-ing tentunya dilakukan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan dan memiliki tujuan untuk mempermalukan orang tersebut berdasarkan identitas dan orientasi seksual mereka. Pelaku out-ing dengan sengaja mempublikasikannya melalui dunia maya.

8. Online shaming, bentuk kejahatan ini umumnya berupa gambar atau berbentuk meme ataupun caption dengan konten bersifat mengolok-olok, menghina, melakukan pencemaran bahkan sayembara untuk mengajak melakukan kekerasan terhadap target korban. Pelaku online shaming paling sering menyasar perempuan. tokoh-tokoh terkenal sering menjadi sasaran. Seperti pelabelan negatif dengan mengidentikkan perempuan sebagai pelakor, tokoh SJW yang memberi kesan seakan negatif. Hal ini dilakukan dengan meletakkan foto salah seorang tokoh dan dengan tujuan untuk mempermalukannya bersama-sama.

9. Honey traping, sering terjadi melalui aplikasi atau situs web kencan. Aplikasi dan situs web kencan yang disalahgunakan menjadi tindakan kekerasan merupakan bentuk honey trapping. Ketika sudah berjanji untuk kencan darat dan bertemu dengan tatap muka, yang terjadi malah kekerasan fisik bahkan tak jarang disertai ancaman dan pemerasan.

10. Revenge porn, dilakukan dengan cara menyebar luaskan foto korban yang berunsur konten seksual. Kasus ini sering dialami oleh perempuan remaja bahkan dewasa. Contohnya, ketika sebuah hubungan berakhir tetapi sang mantan tidak terima, sang mantan kemudian menyebarkan konten seksual berupa gambar telanjang, video seks dan sebagainya untuk ancaman agar korban berkenan kembali dengannya atau sekadar dengan tujuan untuk mempermalukan korban. Apabila korban tetap menolak, maka konten tersebut disebarkan ke media sosial dan internet dengan lebih luas.

Kejahatan dapat terjadi dan menimpa siapa saja. Selalu mawas diri menjadi hal penting yang tak dapat diabaikan untuk meminimalisir tidak kejahatan tersebut terjadi kepada diri sendiri dan orang – orang disekitar kita.

Langkah preventif pertama dan paling sederhana untuk menghindari tindak kejahatan tersebut terjadi kepada diri kita dengan tidak gampang menyebar pose vulgar dan privasi dimedia sosial.


Penulis : Etika Nurmaiya, adalah seorang aktivis gender Pece Leader Indonesia. Tinggal di Mojokerto. Jawa Timur.

Editor : Avan




Travel

More »