![]() |
Ketua KPU RI, Mohammad Afifuddin. (Foto: dkpp.go.id) |
JAKARTA - Belum selesai polemik mengenai ijazah Joko Widodo, muncul lagi gugatan atas ijazah putranya yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka. Meski terus mencuat di publik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersikukuh untuk merahasiakan dua ijazah tersebut.
Dituding melindungi Joko Widodo dan Gibran, KPU membantah. Menurut KPU kerahasiaan ijazah Capres dan Cawapres telah diatur dalam Peraturan KPU. Sehingga dokumen tersebut tak bisa diperlihatkan pada sembarang orang.
Hal itu disampaikan oleh Ketua KPU, Mohammad Afifuddin. Meski sedang tersangkut polemik ijazah Joko Widodo dan Gibran, Afif mengatakan pihaknya sudah melakukan apa yang seharusnya. Berdasarkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan KPU berlaku umum.
Menurut Afif, keputusan KPU itu dikeluarkan untuk dengan berpedoman pada Pasal 17 huruf G dan huruf Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Jadi, pada intinya kami hanya menyesuaikan pada dokumen-dokumen tertentu yang ada 'aturan untuk dijaga kerahasiaannya. Misalnya berkaitan dengan rekam medis, kemudian dokumen sekolah atau ijazah, dan selanjutnya itu ya yang bersangkutan, yang harus diminta, kemudian atau atas keputusan pengadilan," ujar Afif di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Terkait tudingan bahwa KPU melindungi Joko Widodo dan Gibran, Afif menjelaskan, keputusan tersebut bukan semata-mata untuk melindungi Jokowi dan Gibran. Sebab, aturan ini sudah berdasar dan sesuai dengan Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.
"Tidak ada yang dilindungi, karena ini ada uji konsekuensi yang harus kami lakukan ketika ada pihak meminta di PPID kami. Jadi, ada informasi-informasi yang lembaga itu kemudian harus mengatur mana yang dikecualikan, mana yang tidak," terangnya dia.
Berkaitan dengan data itu, sambungnya, ada data-data yang harus atas persetujuan yang bersangkutan dan juga keputusan pengadilan. Semua sudah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Ditanya soal keputusan KPU ini dibuat untuk menanggapi isu ijazah palsu Jokowi, Afif tetap bersikukuh bahwa aturan itu bukan dibuat untuk isu tersebut.
"Aturan ini berlaku umum untuk capres-cawapres. Tidak ada, ini berlaku untuk umum semua pengaturan data siapa pun. Karena siapa pun nanti juga bisa dimintakan datanya ke kami. Nah, kami kan mengatur dokumen data yang di kami, sementara itu kan ada hal yang harus atas persetujuan dan juga karena keputusan pengadilan," tegasnya. (nra)