Kupang – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, dijatuhi hukuman 19 tahun penjara dan denda Rp6 miliar oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang, Senin (21/10/2025). Vonis itu dibacakan usai serangkaian persidangan kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur yang menyeret nama perwira menengah Polri tersebut.
Kasus ini bermula dari temuan video kekerasan seksual terhadap anak yang tersebar di situs luar negeri. Investigasi siber mengarah ke wilayah Nusa Tenggara Timur hingga akhirnya menjerat Fajar, yang saat itu masih menjabat sebagai Kapolres Ngada. Ia kemudian dicopot dari jabatannya dan menjalani proses pidana serta sidang etik di internal Polri.
Jaksa Penuntut Umum menuntut Fajar dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan. Namun majelis hakim menjatuhkan vonis sedikit lebih ringan, yakni 19 tahun penjara, denda Rp6 miliar, dan restitusi bagi korban senilai Rp359 juta.
Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKB, Mafirion, menilai hukuman yang dijatuhkan masih belum sepadan dengan perbuatan pelaku yang berstatus aparat penegak hukum.
“Vonis ini akan menjadi cerminan keberpihakan negara. Jika hukuman ringan dijatuhkan, berarti perlindungan terhadap perempuan dan anak masih lemah,” ujarnya dikutip dari laman resmi Fraksi PKB, Selasa (22/10/2025).
Dari Senayan, anggota DPR lainnya juga menegaskan pentingnya transparansi proses hukum agar tidak ada intervensi.
“Proses hukum harus bebas tekanan. Masyarakat perlu diyakinkan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu,” kata anggota DPR sebagaimana dikutip dari tempo.co.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai perkara ini menjadi ujian serius bagi sistem perlindungan anak di Indonesia. KPAI menekankan pentingnya pemulihan psikologis bagi korban dan keluarganya.
“Keadilan sejati bukan hanya menghukum pelaku, tapi juga memastikan korban pulih secara menyeluruh,” tulis KPAI dalam pernyataannya di laman resmi lembaga tersebut.
Sementara itu, Polri melalui situs resminya menegaskan bahwa Fajar telah menjalani sidang etik dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH). Proses pidana tetap berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Polri menindak tegas setiap pelanggaran anggota, termasuk tindak pidana berat. Proses etik dan pidana tetap berjalan hingga tuntas,” tulis keterangan resmi Polri di laman jogja.polri.go.id.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi penegak hukum. Publik berharap agar tragedi serupa tidak terulang dan menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan internal Polri.
Vonis terhadap AKBP Fajar dinilai sebagai tolok ukur keberanian hukum Indonesia dalam menghadapi kejahatan seksual, terlebih yang dilakukan oleh aparat sendiri. Meski hukuman berat sudah dijatuhkan, tuntutan agar perlindungan terhadap anak diperkuat terus bergema dari berbagai kalangan.(Van)