![]() |
| ilustrasi generated by Ai |
Jakarta — Di tengah derasnya kritik di media sosial dan banjir informasi yang sering kali memicu skeptisisme publik, kepercayaan masyarakat terhadap Polri justru bergerak naik. Fenomena ini muncul dalam survei Litbang Kompas edisi Oktober 2025 yang menunjukkan 76,2 persen responden menyatakan percaya dan sangat percaya pada Polri.
Lonjakan kepercayaan ini menjadi menarik karena terjadi ketika perbincangan daring tentang institusi negara—termasuk Polri—belakangan dikenal lebih keras, tajam, dan penuh sorotan.
Kadiv Humas Polri menyebut capaian ini bukan sekadar angka. “Ini jadi pelecut kami untuk terus berbenah. Kritik tetap kami dengarkan,” ujarnya.
Kronologi Tren: Kritik Bising, Kepercayaan Naik
Selama lima tahun terakhir, tren kepercayaan publik terlihat fluktuatif: naik di 2021, turun di 2022, pulih di 2023–2024, lalu kembali meningkat di 2025 versi Litbang Kompas. Meski sempat terseret berbagai isu besar, Polri dinilai mulai menunjukkan perbaikan layanan, respons lebih cepat, hingga transparansi penanganan perkara.
Dalam survei, publik menilai keramahan petugas dan pelayanan tidak diskriminatif sebagai dua indikator tertinggi. Hal ini ikut mendorong perubahan persepsi, terutama di kelompok masyarakat yang semula pesimistis.
“Ketika dunia digital makin gaduh, masyarakat justru bisa membedakan mana layanan nyata dan mana hanya persepsi,” kata seorang peneliti yang terlibat dalam survei tersebut.
Era Digital Tak Lagi Menentukan Persepsi Tunggal
Fenomena ini memunculkan satu temuan baru: medsos bukan lagi barometer tunggal dalam menilai kinerja institusi negara. Survei menunjukkan bahwa pengalaman langsung berinteraksi dengan aparat menjadi faktor yang justru paling memengaruhi tingkat kepercayaan.
Publik memberi skor tinggi pada aspek kesetaraan pelayanan (8,26) dan menjaga privasi warga (8,23). Aspek ini dianggap semakin relevan di era digital ketika kebocoran data dan perlakuan tidak adil sering jadi sorotan.
Catatan Penting: Respons Aduan Masih Lambat
Meski tren membaik, publik tetap memberi rapor kuning pada respons awal aduan (7,30) dan transparansi progres laporan (7,28). Dua indikator ini dinilai belum cukup cepat untuk standar layanan berbasis teknologi.
Polri Diminta Konsisten Berbenah
Sejumlah pengamat menilai bahwa kenaikan kepercayaan harus dijaga dengan aksi berkelanjutan, bukan sekadar pencitraan survei. Langkah seperti penguatan pengawasan internal, digitalisasi layanan, dan keterbukaan informasi dianggap jadi kunci.
“Ini sinyal baik, tapi jangan berhenti. Publik sekarang mudah kecewa,” ujar seorang analis kebijakan publik.
Perjalanan kepercayaan publik terhadap Polri masih panjang. Namun di tengah hiruk-pikuk kritik di lini masa, fakta bahwa angka kepercayaan justru meningkat memberi pesan penting: pengalaman langsung masyarakat bisa mengalahkan kebisingan digital.(red)




