Ini Kata KPK tentang Siapa Saja Penerima Aliran Kasus Sertifikasi K3 Eks Wamenaker Noel

Salah satu perusahaan sertifikasi K3 sudah ditahan KPK bersama Eks Wamenaker Noel. (Foto: news.detik.com)

JAKARTA - Penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap aliran dana kasus pengurusan sertifikasi K3 terus berlanjut. Diduga ada beberapa perusahaan yang mendapatkan aliran dana dari kasus tersebut.

Perusahaan yang dimaksud adalah sejumlah perusahaan agen jasa sertifikasi K3 atau PJK3 yang telah bekerja sama dengan oknum Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Pada Senin (1/9/2025), Jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, mengatakan sedang mendalami informasi pendelegasian kewenangan dalam penerbitan sertifikasi K3 dari Kemnaker. 

"Penelusuran aliran dana tidak berhenti pada PT KEM Indonesia yang telah ditetapkan sebagai tersangka bersama sejumlah oknum di Kemnaker," ujarnya. Justru dari PT KEM, KPK terus menelusuri kemungkinan adanya aliran dana dengan modus atau pola yang sama.

Terkait aliran dana kasus tersebut, sebelumnya Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, telah mendorong KPK untuk mengusut tuntas aliran dana kasus dugaan korupsi berupa pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker periode 2019–2025. Diduga total dana selama 2019-2025 telah mencapai nilai Rp 81 miliar.

Boyamin bahkan mendorong KPK untuk mengembangkan penyidikan kasus tersebut hingga dugaan praktik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Terlebih eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) atau Noel, telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima aliran dana hasil pemerasan. 

Selain itu Noel disebut melakukan pembiaran saat menjabat Wamenaker. Bahkan Noel disebut meminta uang Rp 3 miliar untuk renovasi rumah hingga sepeda motor Ducati hitam biru.

"Tuntas itu terutama aliran uangnya, kemana saja harus dilacak. Maka harus dikenakan pencucian uang. Maka saya menuntut kepada KPK dalam kasus korupsi Noel ini juga dikenakan tindak pidana pencucian uang," kata Boyamin melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (24/8/2025).

Menurut Boyamin aliran dana bisa ditelusuri dari PT KEM Indonesia yang bekerja sama dengan oknum Kemnaker. PT KEM Indonesia diduga mengumpulkan uang dari karyawan maupun perusahaan pengurus sertifikasi K3, lalu membagikannya kepada pejabat Kemnaker.

Boyamin melanjutkan, bahwa bedasarkan konstruksi perkara, KPK menemukan praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker dengan nilai mencapai Rp 81 miliar. Padahal, biaya resmi sertifikasi hanya Rp275 ribu sesuai tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun, buruh dipaksa membayar hingga Rp 6 juta, dengan modus memperlambat proses bila tidak ada pembayaran tambahan.

"Jadi ini dilacak keseluruhan pencucian uang dan juga mundur sampai 2019 dengan pintu masuknya adalah aliran rekening dari PT KEM dan juga dari pembicaraan pejabat-pejabat atau pemilik PT KEM. Itu bisa dilacak gampang harusnya," ungkap Boyamin.

Boyamin juga menekankan bahwa aliran dana dari PT KEM Indonesia ke pejabat Kemnaker sudah berubah bentuk menjadi aset berupa barang maupun saham. Bukti tersebut, sambungnya dia, dapat disita sebagai bagian dari pemulihan kerugian negara.

"Siapa-siapa yang menikmati uang-uang itu, atau jadi apa ketika dicuci, misalnya jadi rumah, jadi bangunan, atau jadi properti yang lain, atau saham. Maka ya harus selain dilacak, juga disita, untuk mengembalikan kerugian negaranya," tegas Boyamin.(nra)


Travel

More »